Integritas Nasional
INTEGRITAS NASIONAL
1.1.
Pengertian Integritas Nasional
Integrasi berasal dari bahasa
inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Intergritas sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling
berbeda dalam kehidupan masyarakat yang memiliki keserasian fungsi. Integritas sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan
tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata
sosial.
Integritas nasional adalah usaha dan proses mempersatukan
perbedaan perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian
dan keselarasan secara nasional. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan
bangsa yang sangat besar baik dari kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi
hal ini membawa dampak positif bagi bangsa karena kita bisa memanfaatkan
kekayaan alam Indonesia secara bijak atau mengelola budaya budaya yang melimpah
untuk kesejahteraan rakyat, namun selain menimbulkan sebuah keuntungan, hal ini
juga akhirnya menimbulkan masalah yang baru.
Definisi
integritas nasional menurut beberapa ahli :
1. Menurut Howard Wrigins (1996)
Integritas berarti penyatuan bangsa-bangsa yang berbeda dari
suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan
masyarakat-masyarakat kecil yang banyak menjadi suatu bangsa. Jadi menurutnya,
integritas bangsa dilihatnya sebagai peralihan dari banyak masyarakat kecil
menjadi suatu masyarakat yang besar.
2. Saafroedin Bahar, (1998)
Mengintegrasikan berarti membuat
atau menyempurnakan dengan jalan terpusah-pisah. Integrasi nasional adalah
upaya menyatukan seluruh unsur suatu bangsa dengan pemerintah dan wilayahnya.
3. Myron Weiner (1971)
Tentang
integrase memberikan lima definisi mengenai integritas yaitu :
· Integritas menunjuk pada proses
penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial dalam suatu wilayah dan proses
pembentukan identitas nasional, membangun rasa kebangsaan dengan cara menghapus
kesetiaan pada ikatan-ikatan yang yang lebih sempit.
· Integritas menunjuk pada masalah
pembentukan wewenang kekuasaan nasional pusat diatas unit-unit sosial yang
lebih kecil yang betanggotakan kelompok-kelompok sosial budaya masyarakat
tertentu.
· Integritas menunjuk pada masalah
menghubungkan antara pemerintah dengan yang diperintah. Mendekatkan
perbedaan-perbedaan mengenai aspirasi dan nilai pada kelompok elit dan massa.
· Integritas menunjuk pada adanya
konsensus terhadap nilai yang minimum yang diperlukan dalam memelihara tertib
sosial.
· Integritas menunjuk pada penciptaan
tingkah laku yang terintegrasi dan yang diterima demi mencapai tujuan bersama.
4. Sunyoto Usman (1998) menyatakan
bahwa suatu kelompok masyarakat dapat terintegrasi apabila :
· Masyarakat dapat menentukan dan
menyepapakati nilai-nilai fundamental yang dapat dijadikan rujukan bersama.
· Masyarakat terhimpun dalam unit
sosial sekaligus memiliki “croos cutting loyality”.
1.2. Pentingnya
Integritas Nasional
Masyarakat yang terintegrasi dengan baik merupakan harapan
bagi setiap negara. Sebab integritas masyarakat merupakan kondisi yang
diperlukan bagi negara untuk membangun kejayaan nasional demi mencapai tujuan
yang diharapkan. Ketika masyarakat suatu negara senantiasa diwarnai oleh
pertentangan atau konflik, maka akan banyak kerugian yang diderita, baik
kerugian berupa fisik materill seperti kerusakan sarana dan prasarana yang
sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maupun kerugian mental spiritual seperti
perasaan kekawatiran, cemas, ketakutan, bahkan juga tekanan mental yang
berkepanjangan. Disisi lain banyak pula potensi sumber daya yang dimiliki oleh
negara, yang mestinya dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi
kesejahteraan masyarakat, harus dikorbankan untuk menyelesaikan konflik
tersebut. Dengan demikian negara yang senantiasa diwarnai konflik di dalamnya
akan sulit untuk mewujudkan kemajuan.
Integritas masyarakat yang sepenuhnya
memang sesuatu yang tidak mungkin diwujudkan, karena setiap masyarakat
disamping membawakan potensi integritas juga menyimpan potensi konflik atau
pertentangan. Persamaan kepentingan, kebutuhan untuk bekerja sama, serta
konsensus tentang nilai-nilai tertentu dalam masyarakat, merupakan potensi yang
mengintegrasikan. Sebaliknya perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat
seperti perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan budaya, dan perbedaan
kepentingan adalah menyimpan potensi konflik, terlebih apabila
perbedaan-pebedaan itu tidak dikelola dan disikapi dengan cara dan sikap yang
tepat. Namun apapun kondisi integrasi masyarakat merupakan sesuatu yang sangat
dibutuhkan untuk membangun kejayaan bangsa dan negara, dan oleh karena itu
perlu senantiasa diupayakan. Kegagalan dalam mewujudkan integrasi masyarakat
berarti kegagalan untuk membangun kejayaan nasional, bahkan dapat mengancam
kelangsungan hidup bangsa dan negara yang bersangkutan.
Sejarah indonesia adalah sejarah yang merupakan proses dari
bersatunya suku-suku bangsa menjadi sebuah bangsa. Ada semacam proses konvergensi,
baik yang disengaja
maupun tidak disengaja, ke arah menyatunya suku-suku tersebut menjadi satu
kesatuan negara dan bangsa. (sumartana dkk, 2001:100)
1.3.
Strategi Integritas Nasional
Dalam rangka mengupayakan terwujudnya
integrasi nasional yang mantap ada beberapa strategi yang mungkin ditempuh,
yaitu :
a.
Strategi Asimilasi
Asimilasi adalah proses pencampuran dua macam
kebudayaan atau lebih menjadi satu kebudayaan yang baru, dimana dengan
percampuran tersebut maka masing-masing unsur budaya melebur menjadi satu
sehingga dalam kebudayaan yang baru itu tidak tampak lagi identitas
masing-masing budaya pembentuknya. Ketika asimilasi ini menjadi sebuah strategi
integritas nasional, berarti bahwa negara mengintegrasikan masyarakatnya dengan
mengupayakan agar unsur-unsur budaya yang ada dalam negara itu benar-benar
melebur menjadi satu dan tidak lagi menampakkan identitas budaya kelompok atau
budaya lokal. Dengan strategi yang demikian tampak bahwa upaya mewujudkan
integrasi nasional dilakukan tanpa menghargai unsur-unsur budaya kelompok atau
budaya lokal dalam masyarakat negara yang bersangkutan. Dalam konteks perubahan
budaya, asimilasi memang bisa saja terjadi dengan sendirinya oleh adanya
kondisi tertentu dalam masyarakat. Namun bisa juga hal itu merupakan bagian
dari strategi pemerintah negara dalam mengintegrasikan masyarakatnya, yaitu
cara melakukan rekayasa budaya agar integritas nasional dapat diwujudkan.
b.
Strategi Akulturasi
Akulturasi adalah proses percampuran dua macam
kebudayaan atau lebih sehingga memunculkan kebudayaan yang baru, dimana
ciri-ciri budaya asli pembentuknya masih tampak dalam kebudayaan baru tersebut.
Dengan demikian berarti bahwa kebudayaan baru yang terbentuk tidak “melumat”
semua unsur budaya
pembentuknya. Apabila akulturasi ini menjadi strategi integrasi yang terapkan
oleh oleh pemerintah suatu negara, berarti bahwa negara mengintegrasikan
masyarakatnya dengan mengupayakan adanya identitas budaya bersama namun tidak
menghilangkan seluruh unsur budaya kelompok atau budaya lokal. Dengan strategi
yang demikian tampak bahwa upaya mewujudkan integrasi nasional dilakukan dengan
tetap menghargai unsur-unsur budaya kelompok atau budaya lokal. Sebagaimana
asimilasi, proses akulturasi juga bisa terjadi dengan sendirinya tanpa sengaja
dikendalikan oleh negara. Namun bisa juga akulturasi menjadi bagian dari
strategi pemerintah negara dalam mengintegrasikan masyarakatnya.
c.
Strategi Pluralis
Paham pluralis merupakan paham yang menghargai
terdapatnya perbedaan dalam masyarakat. Paham pluralis pada prinsipnya
mewujudkan integritas nasional dengan memberi kesempatan pada segala unsur
perbedaan yang ada dalam masyarakat untuk hidup dan berkembang. Ini berarti
bahwa dengan strategi pluralis, dalam mewujudkan integritas nasional negara memberi
kesempatan kepada semua unsur keragaman
dalam negara, baik suku, agama, budaya daerah, dan perbedaan-perbedaan lainnya
untuk tumbuh dan berkembang serta hidup berdampingan secara damai. Jadi
integritas nasional diwujudkan dengan tetap menghargai terdapatnya
perbedaan-perbedaan dalam masyarakat.
1.4.
Faktor-Faktor
Integritas Nasional
Faktor-faktor integritas nasional terbagi atas dua, yaitu :
a.
Faktor-Faktor Pendorong Integritas Nasional
· Faktor sejarah yang menimbulkan rasa
senasib dan seperjuangan.
· Keinginan untuk bersatu di kalangan
bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober
1928.
· Rasa rela berkorban untuk
kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana dibuktikan oleh banyak pahlawan
bangsa yang gugur di medan perjuangan.
· Kesepakatan atau konsensus nasional
dalam perwujudan Proklamasi Kemerdekaan, Pancasila dan UUD 1945, bendera Merah
Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, bahasa kesatuan bahasa Indonesia.
b.
Faktor-Faktor Penghambat Integritas Nasional
· Masyarakat Indonesia yang heterogen
(beraneka ragam) dalam faktor-faktor kesukubangsaan dengan masing-masing
kebudayaan daerahnya, bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan sebagainya.
· Wilayah negara yang begitu luas,
terdiri atas ribuan kepulauan yang dikelilingi oleh lautan luas.
· Besarnya kemungkinan ancaman,
tantangan, hambatan dan gangguan yang merongrong keutuhan, kesatuan dan persatuan
bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
· Masih besarnya ketimpangan dan
ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan menimbulkan berbagai
rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan
Antar-golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk
rasa.
1.5.
Integritas Nasional Indonesia
A.
Dimensi Integritas Nasional
Integrasi
nasional dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan dimensi
horizontal. Dimensi vertikal dari integrasi adalah dimensi yang berkenaan
dengan upaya menyatukan persepsi, keinginan, dan harapan yang ada antara elite
dan massa atau antara pemerintah dan rakyat. Jadi integrasi vertikal merupakan upaya mewujudkan integrasi dengan
menjebatani perbedaan-perbedaan antara pemerintah dan rakyat. Integrasi
nasional dalam dimensi yang demikian biasa disebut dengan integrasi politik.
Sedangkan dimensi horisontal dari integrasi adalah dimensi yang berkenaan
dengan upaya mewujudkan persatuan di antara perbedaan-perbedaan yang ada dalam
masyarakat itu sendiri, baik perbedaan wilayah tempat tinggal, perbedaan suku,
perbedaan agama, perbedaan budaya dan perbedaan-perbedaan lainnya. Jadi
integrasi horisontal merupakan upaya mewujudkan integrasi dengan menjembatani
perbedaan antar kelompok dalam masyarakat. Integrasi nasional dalam dimensi ini
biasa disebut dengan integrasi teritorial.
Pengertian
integrasi nasional mencakup dimensi vertikal maupun dimensi horizontal. Dengan
demikian persoalan integrasi nasional menyangkut keserasian hubungan antara
pemerintah dan rakyat, serta keserasian hubungan di antara kelompok-kelompok
dalam masyarakat dengan latar belakang perbedaan di dalamnya. Dalam upaya
mewujudkan integrasi nasional indonesia, tantangan yang di hadapi datang dari
keduanya. Dalam dimensi horizontal tantangan yang ada berkenaan dengan
pembelahan horizontal yang berakar pada perbedaan suku, agama, ras, dan
geografi. Sedangkan dalam dimensi vertikal tantangan yang ada adalah berupa
celah perbedaan antara elite dan massa, dimana latar belakang pendidikan kekotaan menyebabkan kaum elite berbeda dari
massa yang cenderung berpandangan tradisional. Masalah yang berkenaan dengan
dimensi vertikal lebih sering muncul kepermukaan setelah berbaur dengan dimensi
horizontal, sehingga memberikan kesan bahwa dalam kasus indonesia dimensi
horizontal lebih menonjol dari pada dimensi vertikalnya. (Sjamsuddin, 1989:11).
Keinginan
yang kuat dari pemerintah untuk mewujudkan aspirasi masyarakat, kebijakan
pemerintah yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat, dukungan
masyarakat terhadap pemerintah yang sah, dan ketaatan warga masyarakat melaksanakan
kebijakan pemerintah adalah pertanda adanya integrasi dalam arti vertikal.
Sebaliknya kebijakan demi kebijakan yang diambil
oleh pemerintah yang tidak atau
kurang sesuai dengan keinginan dan harapan masyarakat serta penolakan sebagian
besar warga masyarakat terhadap kebijakan pemerintah menggambarkan kurang
adanya integrasi vertikal. Memang tidak ada kebijakan pemerintah yang melayani
dan memuaskan seluruh warga masyarakat, tetapi setidak-tidaknya kebijakan
pemerintah hendaknya dapat melayani keinginan dan harapan sebagian besar warga
masyarakat.
Sedangkan
jalinan hubungan dan kerjasama di antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam
masyarakat, kesediaan untuk hidup berdampingan secara damai dan saling
menghargai antara kelompok-kelompok masyarakat dengan pembedaaan yang ada satu
sama lain, merupakan pertanda adanya integrasi dalam arti horizontal.
B.
Mewujudkan integrasi nasional Indonesia
Salah satu persoalan yang dialami
oleh negara-negara berkembang termasuk indonesia dalam mewujudkan integrasi nasional
adalah masalah primordialisme yang masih kuat. Titik pusat goncangan primordial
biasanya berkisar pada beberapa hal, yaitu masalah hubungan darah (kesukuan),
jenis bangsa (ras), bahasa, daerah, agama, dan kebiasaan. (geertz, dalam :
sudarsono, 1982: 5-7).
Di era globalisasi, tantangan itu bertambah oleh
adanya tarikan global dimana keberadaan negara dan bangsa sering dirasa terlalu
sempit untuk mewadahi tuntunan dan kecenderungan global. Dengan demikian
keberadaan negara berada dalam dua tarikan sekaligus, yaitu tarikan dari luar
berupa globalisasi yang cenderung mengabaikan batas-batas
negara-bangsa, dan tarikan dari dalam berupa kecenderungan menguatnya
ikatan-ikatan yang sempit seperti ikatan etnis, kesukuan, atau kedaerahan.
Disitulah nasionalisme dan keberadaan negara nasional mengalami tantangan yang
semakin berat.
Namun demikian harus tetap diyakini
bahwa nasionalisme sebagai karakter bangsa tetap diperlukan di era indonesia
merdeka sebagai kekuatan untuk menjaga eksistensi, sekaligus mewujudkan taraf
peradaban yang luhur, kekuatan yang
tangguh,
dan mencapai negara-bangsa yang besar. Nasionalisme sebagai karakter semakin
diperlukan dalam menjaga harkat dan martabat bangsa di era globalisasi karena
gelombang “peradaban kesejagatan” ditandai oleh semakin kaburnya batas-batas
teritorial negara akibat gempuran informasi dan komunikasi. (budimansyah dan
suryadi, 2008:164).
Sejak awal berdirinya negara
indonesia, para pendiri negara menghendaki persatuan di negara ini diwujudkan dengan
menghargai terdapatnya perbedaan di dalamnya. Artinya bahwa upaya mewujudkan
integrasi nasional indonesia dilakukan dengan tetap memberi kesempatan kepada
unsur-unsur perbedaan yang ada untuk dapat tumbuh dan berkembang secara
bersama-sama. Proses pengesahan pembukaan UUD 1945 oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945 yang bahannya diambil dari naskah piagam jakarta, dan didalamnya
terdapat rumusan dasar-dasar negara pancasila, menunjukkan pada kjita betapa
tokoh-tokoh pendiri negara (the founding fathers) pada waaktu itu menghargai
perbedaan-perbadaan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat indonesia. Para
pendiri negara rela mengesampingkan persoalan perbedaan-perbedaan yang ada demi
membangun sebuah negara yang dapat melindungi seluruh rakyat indonesia.
mengabaikan batas-batas
negara-bangsa, dan tarikan dari dalam berupa kecenderungan menguatnya
ikatan-ikatan yang sempit seperti ikatan etnis, kesukuan, atau kedaerahan.
Disitulah nasionalisme dan keberadaan negara nasional mengalami tantangan yang
semakin berat.
Namun demikian harus tetap diyakini
bahwa nasionalisme sebagai karakter bangsa tetap diperlukan di era indonesia
merdeka sebagai kekuatan untuk menjaga eksistensi, sekaligus mewujudkan taraf
peradaban yang luhur, kekuatan yang
tangguh,
dan mencapai negara-bangsa yang besar. Nasionalisme sebagai karakter semakin
diperlukan dalam menjaga harkat dan martabat bangsa di era globalisasi karena
gelombang “peradaban kesejagatan” ditandai oleh semakin kaburnya batas-batas
teritorial negara akibat gempuran informasi dan komunikasi. (budimansyah dan
suryadi, 2008:164).
Sejak awal berdirinya negara
indonesia, para pendiri negara menghendaki persatuan di negara ini diwujudkan dengan
menghargai terdapatnya perbedaan di dalamnya. Artinya bahwa upaya mewujudkan
integrasi nasional indonesia dilakukan dengan tetap memberi kesempatan kepada
unsur-unsur perbedaan yang ada untuk dapat tumbuh dan berkembang secara
bersama-sama. Proses pengesahan pembukaan UUD 1945 oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945 yang bahannya diambil dari naskah piagam jakarta, dan didalamnya
terdapat rumusan dasar-dasar negara pancasila, menunjukkan pada kjita betapa
tokoh-tokoh pendiri negara (the founding fathers) pada waaktu itu menghargai
perbedaan-perbadaan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat indonesia. Para
pendiri negara rela mengesampingkan persoalan perbedaan-perbedaan yang ada demi
membangun sebuah negara yang dapat melindungi seluruh rakyat indonesia.
Sejalan dengan itu dipakailah semboyan bhineka
tunggal ika, yang artinya walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu adanya.
Semboyan tersebut sama maknanya dengan istilah “unity in diversity:”, yang
artinya bersatu dalam keanekaragaman,
sebuah ungkapan yang menggambarkan
cara menyatukan secara demokratis suatu masyarakat yang didalamnya diwarnai
oleh adanya berbagai perbedaan. Dengan semboyan bhineka tunggal ika tersebut
segala perbedaan dalam masyarakat ditanggapi bukan sebagai keadaan yang
menghambat persatuan dan kesatuan bangsa, melainkan sebagai kekayaan budaya
yang dapat dijadikan sumber pengayaan kebudayaan nasional kita.
Untuk terwujudnya masyarakat yang
menggambarkan semboyan bhineka tunggal ika, diperlukan pandangan atau wawasan
multikulturalisme. Multikulturalisme adalah pandangan bahwa setiap kebudayaan
memiliki nilai dan
kedudukan
yang sama dengan kebudayaan lain, sehingga setiap kebudayaan berhak mendapatkan
tempat sebagaimana kebudayaan lainnya. (baidhawy. 2005:5). Perwujudan dari
multikulturalisme adalah kesediaan orang-orang dari kebudayaan yang beragam
untuk hidup berdampingan secara damai. Disini diperlukan sikap hidup yang
memandang perbedaan di antara anggota masyarakat sebagai kenyataan wajar dan
tidak menjadikan perbedaan tersebut sebagai alasan untuk berkonflik. Disamping
itu perlu memandang kebudayaan orang lain dari perspektif pemilik kebudayaan
yang bersangkutan, dan bukan memandang kebudayaan orang lain dari perspektif
dirinya sendiri. Oleh karena itu multikulturalisme menekankan pentingnya
belajar tentang kebudayaan-kebudayaan lain dan mencoba memahaminya secara penuh
dan empatik sehingga dapat menghargai kebudayaan-kebudayaan lain disamping
kebudayaannya sendiri.
C.
Contoh Wujud Integrasi Nasional,
antara lain sebagai berikut:
1. Pembangunan Taman Mini Indonesia
Indah (TMII) di Jakarta oleh Pemerintah Republik Indonesia yang diresmikan pada
tahun 1976. Di kompleks Taman Mini Indonesia Indah terdapat anjungan dari semua
propinsi di Indonesia (waktu itu ada 27 provinsi). Setiap anjungan menampilkan
rumah adat beserta aneka macam hasil budaya di provinsi itu, misalnya adat,
tarian daerah, alat musik khas daerah, dan sebagainya.
2. Sikap toleransi antarumat beragama,
walaupun agama kita berbeda dengan teman, tetangga atau saudara, kita harus
saling menghormati.
3.
Sikap
menghargai dan merasa ikut memiliki kebudayan daerah lain, bahkan mau
mempelajari budaya daerah lain, misalnya masyarakat Jawa atau Sumatra, belajar
menari legong yang merupakan salah satu tarian adat Bali.
Comments
Post a Comment